Lintas Ternak - Australia adalah salah satu negara produsen sapi dan domba terbesar di dunia. Lebih dari 60% produksi peternakannya di ekspor ke luar negeri, termasuk ke Indonesia, bahkan Indonesia merupakan negara yang paling banyak menyerap komoditas peternakan dari Australia. Selain daging dan susu, bahan wool (bulu domba) merupakan komoditas peternakan utama di Australia yang
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan nasionalnya.
Peternakan sapi dan domba di negara ini memang layak diacungi jempol, karena selain mempunyai produktivitas tinggi, juga mempunyai kualitas yang sulit ditandingi terutama oleh negara-negara berkembang. Para petani (peternak) di Australia telah menerapkan teknologi budidaya yang tinggi, antara lain teknologi breeding, nutrisi ternak, budidaya tanaman pakan (rumput), dan lain-lain. Selain itu faktor-faktor pendukung lainnya, seperti penyuluhan, sarana-prasarana, dukungan investasi, dan lain-lain sangat kondusif sehingga para investor dan petani bergairah dalam melaksanakan usahanya. Padahal di Australia tidak ada subsidi langsung yang diberikan pemerintah kepada petani. Pengelolaan peternakan dari hulu sampir hilir dilaksanakan oleh pihak swasta dan petani, tanpa campur tangan pemerintah.
Beternak sapi di Australia memang benar-benar beda dibandingkan dengan di tanah air yang produktivitasnya masih rendah. Berikut ini hasil pandangan mata penulis saat field trip ke lokasi peternakan di Hamilton saat mengikuti workshop on Food security and sustainable agricultural development in APEC developing economies, 22-28 May 2013 di Melbourne and Hamilton, Victoria, Australia yang diorganisasikan dengan apik oleh the Australian APEC Study Centre at RMIT University, and RMIT Hamilton.
Mekanisasi pertanian
Pengelolaan lahan penggembalaan yang sangat luas tidak mungkin menggunakan tenaga manual. Apalagi upah kerja di Australia sangat mahal sehingga solusinya adalah menggunakan peralatan mekanisasi, seperti traktor dan lain-lain, terutama untuk pengolahan tanah, pemupukan, dan penanaman benih (Gambar 2). Umumnya petani mengolah lahan menjelang musim panas (musim hangat) sehingga saat musim panas tiba rumput tumbuh dengan baik dan cepat sebagai sumber pakan yang bisa langsung dimakan oleh ternak. Petani di tanah air hampir tidak menggunakan alat-alat mekanisasi, apalagi untuk ternak sapi dan domba. Bahkan sebaliknya, justru banyak sapi yang digunakan seperti alat mekanisasi untuk mengolah tanah sawah (membajak dan menggaru).
Perawatan intensif
Untuk menghasilkan produktivitas tinggi, tentu sapi-sapi tersebut memerlukan perawatan yang intensif. Petani biasanya memiliki tempat khusus di pinggir lahannya untuk perawatan (Gambar 3). Tempat ini bisa menampung 100-200 ekor sapi dan dilengkapi dengan berbagai peralatan untuk tes kehamilan, pengobatan termasuk vaksinasi, pemberian nutrisi khusus, dan lain-lain. Selain itu setiap ekor sapi juga dilengkapi dengan mark (sensor) yang ditempelkan di punggungnya. Sensor ini berfungsi agar pertumbuhan dan pergerakan sapi di ladang penggembalaan dapat dideteksi di layar monitor. Hal ini sangat penting terutama untuk memonitor umur dan berat sapi serta bila ada sapi sakit atau mati bisa langsung ditanggulangi.
Padang penggembalaan
Saat memasuki lokasi peternakan di Hamilton, maka pemandangan yang muncul di sebelah kiri dan kanan jalan adalah padang penggembalaan. Pengembalaan yang sangat luas, sejauh mata memandang hanyalah padang rumput dan gerombolan sapi atau domba yang kekar, gemuk, sehat, dan gagah (Gambar 1). Setiap petani umumnya memiliki lahan untuk padang penggembalaan sekitar 1.000 ha dengan populasi sekitar 1000 ekor. Lahan seluas ini dikelola oleh 2 orang petani dibantu oleh 3-5 ekor anjing pengembala, atau setiap petani dapat memelihara sekitar 500 ekor sapi.
Situasinya sangat berbeda dengan di tanah air, terutama di Jawa, petani umumnya hanya memiliki 2-5 ekor sapi. Sapi umumnya dipelihara di dalam kandang dengan perawatan intensif dalam hal tenaga kerja, tapi produktivitasnya masih rendah. Di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi Tengah memang ada padang penggembalaan sapi yang relatif luas, tapi petani disini umumnya membiarkan lahan dan sapinya hidup apa adanya, sehingga produktivitasnya juga rendah.
Menurut penjelasan ?Dr. David Smith, guru besar lingkungan dari University of Melbourne, lahan penggembalaan ternak di Hamilton umumnya didominasi oleh tanah-tanah yang berasal dari bahan volkan. Tanah ini umumnya mempunyai fiksasi P tinggi, sehingga budidaya pakan ternak (rumput) memerlukan pemberian pupuk P yang tinggi. Pemupukan P sangat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas rumput yang akhirnya berpengaruh pula terhadap produktivitas ternak. David Jenkin salah seorang petani yang sempat penulis kunjungi
Kita seharusnya dapat belajar dari petani di Australia, bagaimana caranya mengelola peternakan sapi dengan baik. Indonesia mempunyai lahan yang sangat luas, terutama di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Di lahan sawah, baik sawah irigasi maupun tadah hujan sebenarnya peternakan sapi bisa diintegrasikan dengan baik.Terima Kasih
Sumber : balittra.litbang.pertanian.go.id